-->

Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) - Hallo sahabat Droid 65, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Power Plant, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
link : Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

Baca juga


Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

COAL HANDLING
1.1 Deskripsi
PLTU batubara adalah suatu pembangkit listrik yang menggunakan  batubara sebagai bahan bakar utamanya. Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar batubara yang relatif besar jumlahnya diperlukan suatu penanganan khusus yang dinamakan Coal Handling System.
Coal Handling System berfungsi menangani mulai dari pembongkaran batubara dari kapal/ tongkang (unloading area) sampai ke area penimbunan/ penyimpanan di stock area ataupun langsung pengisian ke bunker (powerplant), yang selanjutnya digunakan untuk pembakaran di Boiler. Alat transportasi yang digunakan dengan system conveyor. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan system conveyor diantaranya adalah :
  1. Menurunkan biaya dan waktu pada saat memindahkan batubara
  2. Meningkatkan efisiensi pemindahan material
  3. Menjaga kualitas lingkungan kerja (bersahabat dengan lingkungan)
  4. Tidak berisik
  5. Menurunkan tingkat polusi udara.

1.2  Klasifikasi Batubara
Batubara diklasifikasikan terutama berdasarkan komponen volatile dan kadar karbon. Komponen volatile yaitu pada saat batubara dipanaskan sampai suhu tertentu, hidrokarbon dalam batubara, karbon monoksida, hidrogen sulfida, hidrogen, nitrogen dan zat lain akan berubah ke bentuk gas, zat ini disebut gas volatile batubara, persen berat dari zat-zat tersebut disebut komponen volatile, ditandai dengan "V".

Menurut jumlah komponen volatile dalam batubara, batubara dapat dibagi menjadi: batubara sedikit (antrasit, komponen volatil yang terkandung di bawah 12%), batubara ramping (komponen volatil yang terkandung adalah 12-18%), batubara karbon (komponen volatil yang terkandung adalah 18-26%), batubara gemuk (komponen volatil yang terkandung adalah 26-35%), batubara gas (komponen volatil yang terkandung adalah 35-44%) dan batubara jet (kompenen volatile yang terkandung lebih dari 42%).

Beberapa karbon dihasilkan sangat sulit ketika pembakaran batubara, sementara beberapa karbon dihasilkan dengan sangat mudah, seperti inilah perbedaan kandungan yang dikenal sebagai kadar karbon dari batubara. Batubara dapat dibagi menjadi batubara pembakaran-terbuka, batubara kadar karbon rendah dan batubara kadar karbon tinggi.Batubara dapat dibagi menjadi batubara lilin, fusain, batubara kusam, batubara cerah dan vitrain sesuai dengan struktur batuan yang berbeda.
Komposisi dan kualitas yang berbeda dari berbagai jenis batubara akan memiliki nilai kalor yang berbeda. Panas yang dilepaskan dalam pembakaran tiap satuan berat bahan bakar disebut dengan nilai kalor, diatur bahwa nilai kalor batubara dari setiap kilogram batubara adalah 7000 kilokalori merupakan batubara standar, dan konsumsi batubara diubah sesuai dengan standar ini.


1.3  Karakteristik Batubara
Bahan organik batubara adalah makromolekul senyawa organik kompleks, yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, fosfor dan unsur-unsur lain. Jumlah total karbon, hidrogen dan oksigen sekitar lebih dari 95% dari bahan organik. Kandungan anorganik dalam batubara juga mengandung sejumlah kecil dari karbon, hidrogen, oksigen, sulfur dan elemen lainnya. Karbon merupakan komponen yang paling penting dalam batubara, kadarnya meningkat sesuai dengan derajat coalification. Kandungan karbon dalam peat adalah 50% ~ 60%, 60% ~ 70% pada lignit, 74% ~ 92% pada batubara bituminous, 90% ~ 98% pada antrasit. Sulfur adalah komponen kimia yang paling berbahaya dalam batubara. Ketika batubara terbakar, sulfur akan menghasilkan SO2 yang korosif terhadap peralatan logam dan mencemari lingkungan. Kadar sulfur dalam batubara dapat dibagi menjadi 5 tingkatan: batubara tinggi sulfur (lebih besar dari 4%), batubara kaya sulfur (2,5% ~ 4%), batubara sulfur menengah (1,5% ~ 2,5%), batubara rendah sulfur (1% ~ 1,5%), batubara khusus rendah sulfur (kurang dari atau sama dengan 1%). Sulfur dalam batubara dapat dibagi lagi menjadi sulfur organik dan anorganik.

Karakter dasar batubara adalah melepaskan panas dalam pembakaran, memisahkan zat volatil saat dipanaskan sampai suhu tertentu, penguapan air, komponen volatile memisah dan membentuk karbon bila dipanaskan hingga suhu tertentu tanpa udara, abu sisa pembakaran padat pada suhu rendah dan cair saat suhu mencapai titik fusi abu.


1.4  Pengaruh Kualitas Batubara pada Pembangkit Listrik
Batubara merupakan bahan bakar padat yang terbentuk secara alamiah akibat pembusukan sisa tanaman purba dalam waktu jutaan tahun. Oleh karena itu, karakteristik dan kualitas batubara sangat bervariasi dan tidak homogen jika dibandingkan dengan bahan bakar yang telah mengalami proses pengolahan dalam pabrik, seperti misalnya bahan bakar minyak. 
Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuah pembangkit listrik terutama dipengaruhi oleh (Reid, 1991): 
  • Kualitas atau karakteristik batubara; 
  • Batasan yang ditentukan oleh desain boiler, posisi burner, konfigurasi fisik dan luas perpindahan panas dalam ketel uap (boiler); 
  • Kondisi operasional. 
Mengingat hal tersebut di atas, maka idealnya desain suatu pembangkit listrik berbahan bakar batubara dibuat berdasarkan kualitas batubara yang akan digunakan. Atau sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuah pembangkit listrik seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.

Beberapa parameter-paramater batubara yang dapat mempengaruhi proses pengoperasian suatu pembangkit listrik yaitu:

1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara, windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara pada setiap jamnya akan semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. 

2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi dua yaitu free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser. 

3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). 

4. Kadar abu (Ash content, satuan persen)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui. 

5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar. 

6. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, di samping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator. 

7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50 milimeter. 

8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fitness) yang sama.
Adapun karakaterisitik batubara yang digunakan di PLTU Palabuhanratu adalah sebagai berikut :
No
Item
Unit
Design Coal
Check Coal
A
Industrial analysis
1
Moisture
%
30.7
34.1
2
Internal Moisture
%
13.8
15.62
3
Ash
%
3.83
4.43
4
Fixed Carbon
%
32.97
32.39
5
Volatile Content
%
33.23
29.08
B
Composition analysis
1
Carbon
%
49.17
48.69
2
Hydrogen
%
2.68
2.15
3
Sulfur
%
0.23
0.25
4
Nitrogen
%
0.51
0.33
5
Oxygen
%
12.7
9.96
6
Chlorine
%
0.18
0.09
7
Moisture
%
30.7
34.1
8
Low calorific value
Kcal/kg
4200
4000



1.5  Penyimpanan dan Penjagaan yang Aman dari Batubara
Batubara harus dalam penyimpanan dan penjagaan yang aman untuk mencegah pembakaran spontan batubara, tersapu oleh hujan, bahkan tertiup oleh angin yang kuat yang menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak perlu. Untuk menghindari terjadinya situasi di atas, kita harus memperkuat penyimpanan batubara dan manajemen kerja.

1. Pelapukan Batubara
Untuk zat organic yang terkubur lapisan batubara, karena peran faktor alam dalam waktu yang lama sebelum penambangan, sifat fisik, kimia dan karakteristik proses telah mengalami perubahan yang signifikan, fenomena ini dikenal sebagai pelapukan. Secara umum, pelapukan batubara mengacu pada batubara yang telah lapuk di stok area batubara. Ketika menumpuk dan menyimpan batubara, batubara lapuk tidak dapat ditumpuk bersama-sama dengan batubara mentah sehingga tidak mempengaruhi kualitas batubara mentah.

2. Oksidasi Batubara
Karena peran oksigen di udara, batubara yang ditambang keluar kehilangan kilau permukaan dan menghasilkan warna merah atau karat putih, meningkatkan kadar air, bongkahan batubara pecah menjadi serbuk, fenomena ini dikenal sebagai oksidasi batubara. Setelah oksidasi, kadar karbon batubara berkurang cepat dan bahkan menghilang, kandungan oksigen batubara naik serta kandungan karbon, hidrogen, nitrogen dan sulfur organik turun. Komponen volatile batubara yang teroksidasi adalah tinggi dan peningkatan karbondioksida. Kadar karbon batubara teroksidasi menurun, setelah oksidasi, kadar karbon batubara akan menurun lebih cepat.

3. Pembakaran Spontan Batubara
Jika panas yang dilepaskan dalam oksidasi batu bara tidak bisa dilepaskan keluar dan menumpuk dalam penyimpanan batubara, maka suhu penyimpanan batubara akan naik dan mencapai titik pengapian, yang akan menyebabkan pembakaran spontan. Pembakaran spontan tidak hanya terjadi dalam penyimpanan batubara, beberapa batubara yang baru terbentuk dapat terbakar spontan di tambang, yang akan menghancurkan daerah tambang.

Batubara dengan tingkat metamorf rendah memiliki titik pengapian rendah dan lebih mudah teroksidasi dan masuk ke pembakaran spontan. Singkatnya, titik pengapian adalah salah satu
faktor penting yang mempengaruhi pembakaran spontan. Oleh karena itu, kita harus mengetahui kisaran titik pengapian batubara yang digunakan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat sebanyak mungkin untuk mencegah pembakaran spontan.


1.6  Penyimpanan Batubara
Untuk memenuhi kebutuhan produksi, sejumlah batubara harus disimpan di stok area batubara. Untuk menurunkan tingkat oksidasi dan untuk mencegah pembakaran spontan batubara dalam penyimpanan, poin-poin berikut harus diperhatikan ketika batubara disimpan di stok area batubara.

  • Batubara dalam penyimpanan harus tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, umumnya sangat cocok untuk menyimpan jumlah yang dapat memenuhi pembangkit bekerja selama 7-15 hari.
  • Simpan secara terpisah sesuai dengan jenis batubara.
  • Perhatikan lingkungan penyimpanan batubara. Batubara tidak dapat ditumpuk di tempat dengan uap, pemanas atau pipa air panas, dan harus jauh dari sumber panas dan listrik. Stok area batubara yang terbaik adalah tanah yang di semen, harus kering dan datar dengan drainase alam yang baik.
  • Memantau suhu penyimpanan batubara secara berkala untuk mencegah pembakaran spontan.
Kapasitas penyimpanan batubara di penimbunan biasanya kira-kira � dari jumlah ini ditimbun pada ketinggian 10 m akan mencakup areal seluas 13 -14 hektar. Karena batubara yang dikirim mungkin mempunyai kandungan tanah liat yang tinggi, atau butiran terlalu lembut akibat proses penambangan, penimbunan harus dirancang untuk mendapatkan kondisi timbunan yang mudah ditangani. Sehingga dapat melayani unit untuk beroperasi dalam cuaca jelek sekalipun.

Lokasi penimbunan batubara pada unit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber (tambang batu bara), jarak lokasi penimbunan batu bara ke bunker batu bara di boiler dan lain sebagainya.

Ketinggian maximum dari tumpukan batu bara kira-kira 13,3 m, ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya api yang disebabkan oleh beroksidasinya udara yang terjebak dalam timbunan batu bara. Permukaan luar dipadatkan sebisa mungkin dengan cara menjalankan kendaraan diatasnya.


1.7  Pengambilan Timbunan
Hal yang perlu diperhatikan ketika akan mengeruk batu bara dan memasukannya ke boiler adalah kondisi batu bara  yang jelek akan dapat mengakibatkan fluktuasi beban dan efisiensi.

Batu bara yang basah, lengket akan menyumbat chute, bunker dan belt feeder atau bahkan akan menurunkan beban akibat gangguan mill. Kandungan air dapat berpengaruh besar pada unjuk kerja mill serta efisiensi pembakaran yang disebabkan oleh penguapan sejumlah besar air pada ruang bakar dan keluar ke cerobong.

Cara pengerukan bertahap sepanjang lintasan penimbunan pada umumnya lebih disukai karena akan menjamin bentuk dari timbunan tetap terjaga. Hal yang perlu diperhatikan adalah tetap menjaga pinggiran timbunan batubara selalu dalam keadaan baik. Bila terjadi kerusakan/ kelongsoran harus segera diperbaiki agar selalu permukaan timbunan batubara yang bergelombang akibat pergerakan harus segera diratakan kembali. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan mobil scraper dengan cara menurunkan penyendok untuk meratakan permukaan timbunan batubara.

Permukaan yang berombak akan terpotong pada bagian yang tinggi oleh penyendok dan kemudian dicurahkan pada daerah yang rendah. Dalam pengerukan timbunan dapat digunakan teknik yang sama dengan teknik penimbunan dengan cara memilih jalur-jalur pergerakan sehingga dalam langkah pengerukan sekaligus juga akan diperoleh langkah pemadatan. Selama melakukan pengerukan, kendaraan hendaknya dijalankan dengan kecepatan lambat. Permukaan yang bergelombang akan menyebabkan erosi akibat angin dan menimbulkan alur-alur bila turun hujan lebat.


1.8  Bentuk Timbunan
Untuk keperluan pemeliharaan, penyimpanan dan operasi dari mesin-mesin, maka kemiringan sisi timbunan dibuat 1 banding 3.

Kemiringan yang tajam banyak dipakai seperti pada power station di negara-negara Barat misalnya 1 banding 1 atau 45o. Bila tingkat ini yang di pakai, sisi timbunan akan menjadi terlalu curam untuk mesin dengan beban penuh agar dapat melewati lereng dengan aman. Sebuah rute yang diagonal akan mampu untuk dilalui mobil tapi tidak aman karena :

a. Stabilitas mesin akan mendekati limitnya.
b. Kondisi dari permukaan penimbunan harus selalu diperiksa dari kemungkinan yang mengakibatkan mobil selip, kehilangan kekuatan tarikan dan tidak stabil.

Bila ada lereng yang menjadi curam, jalan masuk melalui jalur yang lebih panjang harus dibuat untuk mendapatkan rute`yang aman. Selain itu harus juga diperhatikan bahwa pemadatan bagian tepi jalur rute kendaraan harus benar-benar baik.

Untuk membuat timbunan dengan lereng yang curam, perlu diperhatikan beberapa faktor seperti :
1. Kunci keberhasilan pemeliharaan penimbunan yang baik adalah mengetahui dengan baik adalah mengetahui dengan baik cara pemadatan sehingga memperkecil timbulnya panas dan menjaga longsornya lereng �lereng timbunan.
2. Setiap penimbunan terutama pada timbunan yang tinggi dengan lereng yang terjal, bila ada hujan besar akan terbentuk alur aliran air yan dapat menimbulkan keruntuhan timbunan.
3. Air yang masuk ketimbunan batubara akan menambah gangguan timbunan.

Agar dapat menggerakan mobil secara bebas disekitar pingiran timbunan, yakinkan bahwa pemadatan bagian tepi sudah baik. Pada kecuraman lereng 1 banding 3 truck buldozerlah yang harus digunakan untuk memperbaiki permukaan akibat erosi air hujan. Jalan juga harus dibuat disepanjang pinggiran timbunan batu bara untuk memudahkan pengontrolan sekeliling area penimbunan.


1.9  Pemeliharaan Timbunan
Pengalaman telah menunjukan bahwa resiko terbesar dari kerusakan penyimpanan batubara terjadi pada bulan-bulan dari waku penimbunan. Bila pemanasan tidak terjadi pada periode ini, pada umunya timbunan akan aman dari api. Tetapi pengawasan yang terus-menerus tetap perlu dilakukan.

Tanggung jawab untuk ini harus diberikan pada fuel dan ash handling enginer, dimana harus menentukan cara yang baik dari pemeliharaan dan pemerikasaan penyimpanan batu bara.

Pemeriksaan harus meliputi :
1. Mengenali daerah yang panas.
2. Daerah batu bara yang berkurang / diambil.
3. Bentuk penimbunan yang jelek dan rusak.
4. Permukaan batu bara yang tidak rata.
5. Erosi akibat angin dan hujan.

Erosi akibat hujan harus diperbaiki lagi seperti semula dan dipadatkan untuk menghindari udara yang terjebak. Pemeliharaan lereng timbunan batubara secara intensif akan membantu mengatasi problem.

Tempat-tempat yang panas dapat diketahui dari terciumnya bau-bau yang khas. Tempat yang paling sering rusak umumnya disekitar dasar pinggiran tumpukan dimana udara gampang masuk.



COAL HANDLING AREA
2.1  Pendahuluan
Secara garis besar, coal handling area di PLTU batubara dapat dikelompokkan menjadi :

1. Unloading Area
Pelabuhan/ Dermaga/ Jetty merupakan tempat yang digunakan oleh kapal/ tongkang untuk berlabuh dan membongkar batubara. Untuk keperluan kelancaran pembongkaran batubara, pelabuhan/ jetty bisa dilengkapi dengan peralatan :

a. Fix ataupun movable hopper, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang mempunyai sistem bongkar sendiri (self unloading).
b.  Ship unloader, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang tidak mempunyai sistem bongkar sendiri.

2. Coal Stock/ Coal Yard Area
Merupakan tempat penimbunan batubara sementara yang dikirim dari unloading area sebelum dilanjutkan ke bunker (powerplant). Coal stock area biasanya dilengkapi Stacker Reclaimer, Telescopic Chute dan Under Ground Hopper.


        3. Coal Bunker
Merupakan tempat penyimpanan akhir batubara yang ditampung dalam bunker (silo) sebelum digunakan sebagai bahan bakar PLTU. Pengisian batubara ke dalam bunker menggunakan Belt Conveyor dari Coal Yard ataupun dari Ship Unloader yang bisa dioperasikan secara otomatis dari Coal Handling Control Room (CHCR) dan lokal.


2.2  Peralatan Coal Handling System
Peralatan coal handling system dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Peralatan Utama Coal Handling System
2. Peralatan Pendukung Coal Handling System
3. Peralatan Proteksi/ Pengaman Coal Handling System

1. Peralatan Utama Coal Handling System
1. Conveyor
2. Stacker/ Reclaimer
3. Ship Unloader
4. Transfer Tower
5. Hopper
6. Diverter gate
7. Coal Plough
8. Bunker/ Silo


1. Conveyor
Conveyor merupakan alat sangat vital di coal handling system, karena fungsinya adalah untuk mentransfer/ mengalirkan batubara dari unloading area (intake hopper) sampai coal bunker. Bagian conveyor antara lain :
- Belt conveyor
- Motor Drive
- Gearbox
- Idler
- Pulley
- Belt Cleaner
- Fluid Coupling

a. Belt Conveyor 
Merupakan suatu belt/ sabuk yang berbahan karet yang berfungsi untuk membawa material (batubara).
Belt Conveyor

b. Motor Drive
Berfungsi sebagai penggerak utama dari belt conveyor dalam pengoperasiannya dihubungkan dengan gear box dan coupling.

c. Gearbox
Berfungsi sebagai pentransmisi dari motor ke pulley dan berfungsi mereduksi putaran input motor.

d. Idler
Berfungsi untuk menjaga belt pada bagian yang berbeban atau sebagai roll penunjang belt bermuatan material. Posisi dari carrying idler berada dia atas conveyor table, komposisinya terdiri dari 3 buah roll penggerak berbentuk � V�.

  • Impact Idler : Posisinya tepat dibawah chute, pada bagian luarnya dilapisi dengan karet dan jarak antara satu sama lain lebih rapat dari carrying, berfungsi untuk menahan belt agar tidak sobek/ rusak akibat batubara yang jatuh dari atas.
  • Return idler : berada dibawah belt pada  sisi balik conveyor komposisinya hanya terdiri dari 1 buah roll penyangga dan berfungsi  untuk menyangga belt dengan arah putar balik.
  • Steering Idler : merupakan idler yang berfungsi untuk menjaga kelurusan belt agar tidak jogging (geser kanan/ kiri).
e. Pulley
  • Drive Pulley : Merupakan pulley yang secara langsung atau tidak terhubung dengan motorlistrik  dan dikopling dengan gear box. Fungsinya untuk memutar belt menuju ke depan. Posisi drive pulley tidak harus selalu di depan, bisa dipasang dimana saja yangdianggap menguntungkan.
  • Snap Pulley : berada pada ujung conveyor atau lebih tepatnya dibawah drive pulley, berfungsi untuk menahan sekaligus menghubungkan belt conveyor ke drive pulley.
  • Tail Pulley : berada pada ujung belakang, berfungsi untuk memutar kembali belt conveyor menuju kea rah drive pulley. Tail pulley dilengkapi dengan belt cleaner yang berfungsi untuk mencegah batubara agar tidak masuk ke tail pulley.
  • Counter Weight (Gravity take up pulley) : berfungsi sebagai pemberat untuk menjaga ketegangan pada belt.
  • Band pulley : berfungsi untuk mengarahkan belt conveyor yang akan melewati take up pulley.
  • Take up pulley : berfungsi sebagai pulley yang membawa pemberat dari counter weight.
f. Fluid Coupling
Peralatan yang digunakan untuk memindahkan daya dengan menggunakan minyak sebagai medianya.

        2. Stacker Reclaimer
Adalah alat besar yang mempunyai 2 fungsi kerja yaitu untuk memindahkan material batubara dari tongkang yang dibongkar melalui Ship Unloader ke coal yard dengan media belt conveyor (Stacking) dan, memindahkan material batubara dari coal yard menuju bunker melalui media belt conveyor (Reclaim). 

Peralatan utama dan pendukung pada ST/RE antara lain :
1. Bucket Wheel : Berfungsi untuk mengambil / mengeruk batubara dari coal yard pada saat pengisian bunker atau reclaim.
2. Boom Conveyor : Berfungsi untuk menampung / media transportasi batubara untuk didistribusikan ke coal yard ataupun bunker. 
3. Cabin : Berfungsi sebagai tempat pengendali atau pengoperasian stacker / reclaimer.
4. PLC : Berfungsi sebagai pengendali pusat dari stacker/ reclaimer.
5. Breaker Room : Berfungsi sebagai sumber supply kelistrikan pada stacker / reclaimer. (6.3 Kv dan 400 V)
6. Cable Reel : Berfungsi untuk menggulung dan mengulur kabel control 6.3 Kv dan 400 V.
7. Elevating Conveyor : Berfungsi sebagai menampung atau media transportasi batubara dari tongkang menuju coal yard (stacking).
8. ATC (Auxiliary Tail Car) : Berfungsi untuk mengubah posisi stacking ataupun reclaim.
9. Chute elevating : Berfungsi sebagai penampung dan pengarah batubara dari elevating menuju boom conveyor.
10. Chute boom : Berfungsi penampung dan pengarah batubara dari boom conveyor menuju BC 6.
11. CHF (Chute Hopper Flapper) : Berfungsi untuk mengubah dampper pada saat stacking atau reclaim.
12. Motor Boom Conveyor : berfungsi untuk menggerakkan boom conveyor.
13. Motor Elevating Conveyor : Berfungsi untuk menggerakkan elevating conveyor.
14. Fluid Coupling : Berfungsi sebagai couling/ penyambung motor dengan pulley boom conveyor ataupun elevating conveyor. 
15. Motor Gantry : Berfungsi untuk menggerakkan maju dan mudur ST/ RE.
16. Rail Clamp : Berfungsi sebagai pengunci roda gantry ST /RE.
17. Anchor: Berfungsi sebagai  stand penyeimbang ST/ RE.
18. Motor Slewing: Berfungsi untuk menggerakkan ke kanan dank e kiri ST/RE.
19. Brake Motor Slewing : Berfungsi sebagai brake/ pengunci motor slewing.
20. Hydraulic Luffing Boom : Berfungsi untuk menggerakkan naik dan turunnya Boom.
21. RBC (Remove Block Chute) : Berfungsi sebagai screen batubara berukuran besar masuk masuk ke boom conveyor  (�25x25 cm).
22. Hydraulic ATC (auxiliary Tail Car) : Berfungsi untuk menggerakkan naik dan turunnya auxiliary tail car, dengan system hydraulic.
23. Hydraulic Bucket Whell : Berfungsi untuk memutarkan Bucket Wheel, dengan system hydraulic.
24. Reservoir Tank : Berfungsi sebagai penampung air dari BOP, untuk spray batubara.
25. Dedusting system : Berfungsi untuk spray batubara, dengan media pompa dedusting pump.
26. System Proteksi : Berfungsi sebagai pengaman saat operasi tidak normal. 
27. Buffer : Berfungsi untuk menahan terjadinya benturan pada stopper ketika limit switch proximity tidak bekerja.
28. Stopper : Berfungsi untuk batas maju mundurnya ST/ RE.

        3. Ship Unloader (SU)
Adalah suatu peralatan yang digunakan untuk pembongkaran  batubara dari kapal yang tidak mempunyai peralatan  bongkar  sendiri (non self Unloading) peralatan  ini dilengkapi dengan Grab (bucket) dengan kapasitas bongkar 1.250 ton/jam untuk masing-masing ship unloader.


4. Transfer Tower
Pengaturan arah aliran tersebut dilakukan disuatu bangunan yang memuat alat pemindah arah aliran yang pengendaliannya dapat dikendalikan dari Control Room Coal Handling (CHCR). Pengaturan dilakukan dengan cara mengatur posisi dari Diverter Gate/ Isolating Shutle yang terdapat pada peralatan pemindah aliran. Bangunan ini dikenal dengan nama Transfer Tower.

        5. Hopper
Berada disisi depan conveyor. Memiliki bentuk yang lebih besar dan berfungsi untuk menampung batubara dengan kuantitas relatif banyak sebelum diarahkan ke conveyor. Hopper dilengkapi dengan chute yang memudahkan batubara untuk meluncur, sehingga tidak menggumpal maupun terjadi penyumbatan.

        6. Diverter Gate
Adalah suatu peralatan untuk memindahkan aliran batubara dari arah yang satu ke yang lainnya. Diverter Gate ini mempunyai dua posisi pada sisi pengeluaran, dan tidak boleh di pindahkan pada saat ada aliran batubara.

        7. Coal Plough
Coal Plough adalah suatu peralatan untuk mengarahkan curahan batubara dari Plant Distribute Hopper ke bunker melalui belt conveyor.

8. Bunker / Silo
Berfungsi sebagai tempat penampungan batu bara terakhir sebelum digunakan untuk pembakaran di boiler.


2. Peralatan Pendukung Coal Handling System :
1. Magnetic  Separator
2. Belt Weigher/ belt scale
3. Crusher
4. Sampling system
5. Dust Supression
6. Dust Collector
7. Roller Screen
8. RHP (Retracable Head Pulley)

1. Magnetic Separator
Berfungsi untuk memisahkan logam besi dari batubara, prinsip kerjanya berdasarkan induksi electromagnetic, lalu akan menempel pada conveyor magnetic separator yang berputar melintang diatas belt conveyor dan akan jatuh pada sisi penampungan.

        2. Belt Weigher/ Belt Scale
Berfungsi untuk menimbang batubara yang akan disalurkan ke stock out area atau ke unit dan untuk mengetahui flow rate yang melewati conveyor tersebut. Pengukuran berat dilakukan dengan cara menimbang laju aliran batubara diatas beltconveyor.

        3. Crusher
Berfungsi untuk menghancurkan batubara yang lewat peralatan tersebut. Crusher menggunakan motor sebagai penggerak, pada crusher dilengkapi dengan peralatan pengaman yaitu vibration sensor, winding temperatur sensor, dan space heater.
Crusher

        4. Sampling System
        Berfungsi untuk mengambil batubara secara otomatis untuk diambil batubara secara periodik.

        5. Dust Supression
Berfungsi untuk menyemprot batubara yang baru dibongkar dari kapal atau dikeruk dari reclaimer yang bertujuan untuk mengurangi debu yang berterbaran supaya mengurangi polusi udara.

        6. Dust Collector
Berfungsi untuk mengambil debu batubara secara otomatis dengan sistem vakum menggunakan blower penyedot abu.

        7. Roller Screen
Bagian peralatan coal handling yang berfungsi memilah batubara sesuai dengan ukurannya. Menyaring batubara yang berukuran kecil sehingga tidak masuk ke Crusher.
Roller Screen

        8. RHP (Retracable Head Pulley)
Merupakan peralatan yang berfungsi sebagai head pulley dan tail pulley yang bisa dipindah-pindah. Di RHP terdapat 3 posisi :
1. Posisi Stacking
2. PosisiBelt ConveyorLine A
3. Posisi Belt ConveyorLine B

3. Peralatan Proteksi/ Pengaman Coal Handling System
1. Pull cord
2. Belt sway/ Belt tracking
3. Plugged chute
4. Speed motion detector
5. Push/ Button emergency local box
6. Tensioning unit control switch
7. Anti run back (Mechanical back stop)
8. Tear switch
9. Speed sensor
10. Under speed sensor
11. Fire protection

        1. Pull Cord
Berfungsi untuk memberhentikan conveyor dengan cara menarik tali yang dipasang sepanjang belt disisi kiri dan apabila ada gangguan pada peralatan di lokal, biasanya digerakkan saat ada pemeliharaan.
Pull Cord

        2. Belt Sway/ Belt Tracking
Berfungsi untuk menghentikan/ stop belt conveyor apabila terjadi jogging (belt bergerak ke kiri atau ke kanan, tidak pada posisi di tengah).
Belt Sway

        3. Plugged Chute
Berfungsi untuk memberhentikan conveyor secara otomatis yang ada dibelakang (disisi inlet) plugged chute apabila terjadi penumpukan dioutlet chute (hopper).
Plugged Chute

        4. Speed Motion Detector
Berfungsi memberhentikan motor apabila putaran conveyor tidak normal (slip, over load), biasanya alat ini dipasang di Band Pulley.
Speed Motion Detector

        5. Push Button Emergency Stop Local Box
Tombol switch untuk memberhentikan jika ada gangguan atau kelainan dilokal, juga pada saat dilakukan pemeliharaan/ perbaikan. Alat ini lokasinya didekat motor penggerak.
Emergency Stop Local Box

        6. Tensioning Unit Control Switch
Dipasang dibawah take up pulley, bila terjadi belt putus atau juga karena kedodoran belt mencapai maksimum, tuas limit switches tertekan dan system conveyor berhenti atau stop.
Tension Unit Control Switch

        7. Anti Run Back (Mechanical Back Stop)
Anti Run Back atau disebut juga Back stop adalah pengaman conveyor dengan system mekanik berfungsi untuk menahan agar tidak terjadi putaran balik pada saat stop atau belt conveyor trip diatas belt masih ada beban batubara.
Anti Run Back

       8. Tear Switch
       Berfungsi Sebagai pendeteksi apabila Belt Conveyor putus.
Tear Switch

       9. Speed Sensor
   Terdapat pada head pulley yang berfungsi untuk mendeteksi kecepatan belt conveyor agar interkoneksi line belt conveyor dengan conveyor lain tidak ada perbedaan kecepatan.
Speed Sensor

       10. Under Speed Sensor
     Terdapat pada tail pulley yang berfungsi untuk mendeteksi kecepatan belt conveyor area tail pulley apabila belt conveyor slip.
Under Speed Sensor

       11. Fire Protection
Fire Protection adalah peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi dan mencegah terjadi kebakaran. Fire Protection yang digunakan adalah system hydrant dan sprinkler.
Fire Protection





Demikianlah Artikel Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

Sekianlah artikel Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dengan alamat link https://droid65.blogspot.com/2017/11/coal-handling-system-pltu-pembangkit.html

0 Response to "Coal Handling System PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel